Manusia Makhluk Ibadat
Tugas
manusia di dunia adalah ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
"Dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
[QS
Al-baqoroh].
Meskipun
merupakan tugas, akan tetapi pelaksanaan ibadah bukan untuk Allah karena Allah
tidak memerlukan apa-apa. Ibadah pada dasarnya adalah untuk kebutuhan dan
keutamaan manusia itu sendiri.Lalu,
mengapa manusia dikatakan sebagai mahluk ibadat?Ya, karena segala perbuatan
yang dilakukannya adalah semata-mata hanya untuk mengharap ridho Allah.Meskipun
tidak semua bisa berjalan sesuai kaidah.Karena manusia memang pada dasarnya
diciptakan dengan banyak kekurangan. Manusia juga memiliki akal dan hawa nafsu
yang terkadang sangat susah untuk dikendalikan. Berbeda dengan malaikat yang
memang diciptakan hanya untuk mentaati segala perintah Allah.
Manusia juga sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia adalah
khalifah di bumi. Namun manusia pula yang akan merawat dan menyebabkan
kerusakan di bumi. Semua bergantung pada manusia itu sendiri.Lantas, mengapa
manusia bisa menyebabkan kerusakan di bumi padahal sudah jelas diterangkan
bahwa manusia adalah khalifah di bumi?
Itu karena yang menempati bumi tidak hanya manusia, melainkan juga
makhluk-makhluk lain seperti hewan, dan sejenis jin dan sebagainya. Jin yang
senantiasa menyesatkan manusia. Jin yang sudah berjanji kepada Allah, bahwa
akan terus menggoda manusia untuk terus berada di jalan yang salah. Mereka yang
membisikkan kata-kata negatif yang menjurus pada perbuatan dosa.Nah, sekarang
hanya bergantung pada diri kita sendiri. Bagaimana cara kita untuk bisa menahan
diri melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat, bahkan menjurus ke perbuatan dosa
dan bagaimana cara kita untuk tetap memperkuat iman serta menjaga segala
perbuatan baik agar senantiasa istiqomah di jalan yang benar.
Ibadah
berasal dari kata 'abada yang arti bebasnya menyembah atau mengabdi merupakan
bentuk penghambaan manusia sebagai makhluk kepada Allah Sang Kholiq
[Pencipta].Karena penyembahan atau pemujaan merupakan fitrah [naluri] manusia,
maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari pemujaan yang salah dan tidak
dikehendaki oleh Allah.Sehingga yang mengabdi [manusia] disebut Abid, sedangkan
yang disembah disebut Ma’bud.
Ibadah
memiliki aspek yang sangat luas.Sehingga segala sesuatu yang dicintai dan
diridhai Allah Ta’ala, baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir maupun
batin, semuanya merupakan [dan dapat disebut dengan] ibadah.Sedangkan lawan
dari ibadah adalah ma'syiat.Kita sering tertipu sehingga selalu dirundung dalam
keraguan, kebingungan serta kegalauan di saat menghadapi tuntutan agar
memelihara “alat-Rezeki” yang telah diamanahkan oleh Allah kepada kita sebagai
hamba-Nya secara KASAB untuk dijadikan sebagai “Ladangnya Akhirat” yang paling
subur.
Selama
kita masih ditempatkan oleh Allah dalam maqom [derajat] KASAB, belum sampai
pada maqom TAJRID ya jalan saja secara harmoni setiap kegiatan
"ibadah", baik yang khusus [ritual] maupun yang umum tanpa harus
selalu menciptakan dikotomi yang membingungkan. Karena sebenarnya yang
lebih penting untuk diperhatikan adalah masalah Ibadah Mu’amalah, karena
ternyata malah bentuk ibadah ini justru dijadikan sebagai tolok ukur dari
kualitas nilai IHSAN dari setiap Ibadah Khusus [Ritual] yang telah kita lakukan
selama ini.
Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah
dengan palsu dan sia-sia (QS.As-Shod ayat 27).Segala ciptaan-Nya mengandung
maksud dan manfaat.Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia,
sekaligus sebagai khalifah di muka bumi.
Keberadaan
manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya.Manusia diciptakan oleh
Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur yang sangat unik. Keunikan dan
kesempurnaan bentuk manusia ini bukan saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi
juga dari karakter dan sifat yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan,
manusia dituntut memiliki kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di
hadapan Tuhan. Dalam konteks ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah
bagaikan “hamba” dengan “majikan” atau “abdi” dengan “raja”, yang harus
menunjukan sifat pengabdiaan dan kepatuhan.
Sebagai
agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di dunia ini adalah
sebagai ‘abdullah (hamba Allah).Posisi ini menunjukan bahwa salah satu tujuan
hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah. Yang
dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah taat dan patuh terhadap seluruh
perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh perintah-perintah-Nya dan
menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini,
Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah
semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS.Adz-Dzariyat ayat 56 dan
QS.Al-Bayyinah ayat 5).
Tugas dan tanggungjawab manusia sebenarnya telah nyata dan begitu
jelas sebagaimana terkandung di dalam Al-Quran iaitu tugas melaksanakan ibadah
mengabdikan diri kepada Allah dan tugas sebagai khalifah-Nya dalam makna
mentadbir dan mengurus bumi ini mengikut undang-undang Allah dan peraturan-
Nya.Firman Allah swt.maksudnya:
“Dan Aku Tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah (menyembah) kepada Ku”. (Az-Zaariyaat: 56)
Firman Allah SWT. bermaksud:
“Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah (penguasa-penguasa) di
bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebaha-gian (yang lain) beberapa
darjat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu”. (al-An’aam:
165)
Tugas sebagai khalifah Allah ialah memakmurkan bumi ini dengan
mentadbir serta mengurusnya dengan peraturan dan undang-undang Allah.Tugas
beribadah dan mengabdi diri kepada Allah dalam rangka melaksanakan segala
aktiviti pengurusan bumi ini yang tidak terkeluar dari garis panduan yang datang
dari Allah swt.dan dikerjakan segala kegiatan pengurusan itu dengan perasaan
ikhlas kerana mencari kebahagian dunia dan akhirat serta keredaan Allah.
Beribadah tidaklah sulit sebenarnya, kawan.Hanya perlu keikhlasan
dan ketulusan dalam diri kita. Sekecil-kecilnya, dengan contoh seperti ini,
perbuatan baik tidak akan ada nilainya jika dilakukan tanpa mengucap Bismillah,
dan apabila diucapkan maka sudah dianggap ibadah.
Makan
beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala perintah dan menjauhi
larangan Allah) merupakan makna ibdah secara umum.Dalam tataran praktis, ibadah
secara umum dapat diimplementasikan dalam setiap aktivitas yang diniatkan untuk
menggapai keridlaan-Nya, seperti bekerja secara professional, mendidik anak,
berdakwah dan lain sebagainya.Dengan demikian, misi hidup manusia untuk
beribadah kepada Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan
mencari ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus,
ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan terhadap hukum syara’ yang mengatur
hubungan vertical-transendental (manusia dengan Allah).Hukum syara’ ini selalu
berkaitan dengan amal manusia yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban
‘ubudiyah manusia, seperti menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa,
memberikan zakat, pergi haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan hidup manusia yang pertama adalah
menyembah kepada Allah.Dalam pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat
disebut dengan “beriman”.Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang
beriman kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik,
sehingga dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan
Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (Syirik).
Ya, itulah beberapa alasan mengapa kita harus beribadah. Disamping
itu, dalam beribadah akan ada kaitannya antara iman kita, ilmu, dan amal. Dalam
islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi kedalam
agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan. Dalam
agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak.
Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman
berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal
berorientasi pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya.
Menyembah
Kepada Allah (Beriman)
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada
dengan sendirinya. Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan
infrastruktur yang sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini
bukan saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat
yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki
kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam konteks
ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba” dengan “majikan”
atau “abdi” dengan “raja”, yang harus menunjukan sifat pengabdiaan dan
kepatuhan.
Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi
manusia di dunia ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Posisi ini
menunjukan bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi
atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah
taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh
perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek
kehidupan. Dalam hal ini, Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan
hidup manusia adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS.
Adz-Dzariyat ayat 56 dan QS. Al-Bayyinah ayat 5).
Makan beribadah sebagaimana dikemukakan di atas
(mentaati segala perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibdah
secara umum. Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan
dalam setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti
bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain sebagainya.
Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada Allah dapat
diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai
ketaatan terhadap hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental
(manusia dengan Allah). Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal manusia
yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah manusia, seperti
menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa, memberikan zakat, pergi
haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa tujuan hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam
pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan “beriman”.
Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman kepada Allah (tauhid).
Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga dalam kehidupannya manusa
sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan Allah dengan segala sesuatu yang ada
dimuka bumi ini (Syirik).
IBADAH
MAHDHAH DAN GHAIRU MAHDHAH
Ibadah
mahdhah ialah ibadah dalam arti sempit yaitu
aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Maksudnya
syarat itu hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu
dilakukan. Sedangkan rukun itu hal-hal, cara, tahapan atau urutan yang harus
dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu.
Contoh
Ibadah Mahdhah :
·
Salat
·
Puasa
·
Haji
Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
dengan mengembangkannya.
|
ibadah
mahdhah, pada dasarnya, kita dilarang untuk melakukannya, kecuali jika terdapat
dalil yang menunjukkan bahwa hal tersebut dituntunkan. Sehingga, siapa saja
yang mengajak kita untuk melakukan suatu ibadah maka kita menuntutnya untuk
membawakan bukti nyata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkannya.
Landasan
kaidah ini adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عن عَائِشَةُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Dari Bunda
Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang
melakukan amal ibadah yang tidak kami ajarkan, maka amal ibadah tersebut adalah
amal ibadah yang tertolak.” (HR. Muslim, no. 4590)
Hadits ini
jelas menunjukkan terlarangnya melakukan amal ibadah yang tidak ada tuntunannya
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga, tidak semua perkara yang
dikatakan oleh orang-orang sebagai ibadah boleh kita telan mentah-mentah, namun
kita perlu bersikap selektif. Jika memang ibadah semacam itu dituntunkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mari kita menjalankannya dengan penuh
semangat. Akan tetapi, jika ternyata ibadah semacam itu (ibadah mahdhah) tidak
pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hendaknya–dengan
penuh kelapangan dada–kita tinggalkan hal tersebut, meski hal tersebut adalah
peninggalan leluhur yang sangat kita hormati atau pendapat kiai yang sangat
kita kagumi. Namun tentunya tidak ada kiai yg mengajarkan untuk merubah atau
menambah / mengurangi ibadah mahdhah, karna mereka tau dan menguasai beberapa
cabang ilmu agama. Jadi intinya contoh ibadah mahdhah adalah syahadatain,
shalat, zakat, puasa, dan hajji, yg tertera dalam rukun islam, klu ibadah"
tersebut harus dilakukan atas dasar ada perintah dan harus dilakukan sesuai
perintah tersebut, sekali lagi tidak boleh dirubah , ditambah atau
dikurangi...nah klu yg selain ibadah mahdhah tersebut,tidak perlu ada perintah
, boleh dilakukan selama tidak ada larangan. Semoga kita semua faham dan bisa
membedakan ibadah mahdhah dan ibadah mu'amalah agar kita tidak terus jadi
korban pembodohan dan menyalahkan amalan orang lain.
A. Pengertian Ibadah
Secara etomologis diambil dari kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa
‘aabidun. ‘Abid,berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak
memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya
seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan
menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya:
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya:
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدونِ
الذريات 56
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-Dzariyat ): 56).
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-Dzariyat ): 56).
B. Jenis ‘Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله … النسآء 64
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر 7
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر 7
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
صلوا كما رايتمونى اصلى .رواه البخاري . خذوا عنى مناسككم .
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai
dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara
meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah: Sabda Nabi saw.:
من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد . متفق عليه . عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشدين المهديين من بعدى ، تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ ، واياكم ومحدثات الامور، فان كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة . رواه احمد وابوداود والترمذي وابن ماجه ، اما بعد، فان خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هدي محمد ص. وشر الامور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة . رواه مسلم
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
ذرونى ما تركتكم، فانما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم واختلافهم على انبيآئهم، فاذا امرتكم بشيئ فأتوا منه ماستطعتم واذا نهيتكم عن شيئ فدعوه . اخرجه مسلم
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1.Wudhu,
2.Tayammum
3.Mandihadats
4.Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد . متفق عليه . عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشدين المهديين من بعدى ، تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ ، واياكم ومحدثات الامور، فان كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة . رواه احمد وابوداود والترمذي وابن ماجه ، اما بعد، فان خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هدي محمد ص. وشر الامور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة . رواه مسلم
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
ذرونى ما تركتكم، فانما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم واختلافهم على انبيآئهم، فاذا امرتكم بشيئ فأتوا منه ماستطعتم واذا نهيتكم عن شيئ فدعوه . اخرجه مسلم
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1.Wudhu,
2.Tayammum
3.Mandihadats
4.Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah
“KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)
2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan
Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan
Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk
lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasulbid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, danmadharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasulbid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, danmadharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah
“BB + KA”
(Berbuat Baik + Karena Allah)
3. Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.
Fara’idh
(Mawarist)
Fara’idh (فرائض)
adalah jama dari faridhah (فريضة) yaitu yang difardhukan. Fardhu menurut
arti bahasa adalah “kepastian” atau taqdir (ketentuan),
sedangkan menurut syara’ dalam hubungan dengan waris adalah bagian yang telah
ditentukan untuk ahli waris. Kemudian kata ini menjadi istilah baku untuk waris
(وراثة),
yaitu harta peninggalan atau harta pusaka dari seseorang yang meninggal
dunia, yang akan dibagikan kepada ahli waris menurut bagian tertentu.
Menurut
hukum waris Islam, orang-orang yang berhak menerima harta waris (pusaka)
terbagi kepada dua kelompok besar, yaitu:
pertama: ahli waris laki-laki:
1. Anak
laki-laki
2. Cucu
laki-laki dari anak laki-laki terus ke bawah
3. Bapak
4. Kakek
(datuk) dari bapak dan terus ke atas
5. Saudara
laki-laki kandung
6. Saudara
laki-laki sebapak
7. Saudara
laki-laki seibu
8. Anak
laki-laki saudara laki-laki sekandung
9. Anak
laki-laki saudara laki-laki sebapak
10. Paman
yang sekandung dengan bapak
11. Paman
yang sebapak dengan bapak
12. Anak
laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
13. Anak
laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
14. Suami
15.
Laki-laki yang memerdekakan budak
Apabila
semua ada, yang mendapat waris hanya:
1. Anak
laki-laki
2. Suami
3. Bapak
Kedua: ahli waris perempuan:
1. Anak
perempuan
2. Cucu
perempuan dari anak laki-laki dan terus kebawah
3. Ibu
4. Nenek/ibu
dari ibu terus keatas
5. Nenek/ibu
dari bapak
6. Saudara
perempuan kandung
7. Saudara
perempuan sebapak
8. Saudara
perempuan seibu
9. Istri
10.
Perempuan yang memerdekakan budak.
Apabila
semua ada, yang mendapat waris hanya:
1. Istri
2. Anak
perempuan
3. Cucu perempuan
dari anak laki-laki
4. Saudara
perempuan kandung
Apabila
semua ahli waris baik laki-laki maupun perempuan yang tersebut di atas semuanya
ada, hanya lima yang mendapat waris, yaitu:
1. Suami
atau istri
2. Ibu
3. Bapak
4. Anak
laki-laki
5. Anak perempuan
Pembagian
harta waris termaksud dilaksanakan setelah selesainya hak dan kewajiban si
pewaris, seperti washiyat dan hutang (QS. 4:11-12) serta biaya pengurusan
mayat, zakat dan nadzar
Sedangkan
yang menyebabkan tidak mendapat waris adalah:
1. Pembunuh, berdasarkan sabda Nabi SAW “Tidak
berhak si pembunuh mendapat sesuatupun dari harta waris” –HR.
An-Nasai—
2. Murtad
3. Kafir, berdasarkan hadits Nabi SAW: “Orang
Islam tidak mewarisi orang kafir, demikian juga orang kafir tidak mewarisi
orang Islam” (HR. Jama’ah ahli hadits)
4. Sama-sama
mati dalam satu waktu.
Bagi orang
yang meninggal kalaalah (orang yang tidak mempunyai anak –QS.
4:12–), atau orang yang tidak mempunyai anak dan orang tua (QS. 3:176), maka
ketentuan harta peninggalannya (waris) sebagai berikut:
1. Jika
orang yang meninggal, baik laki-laki dan perempuan, tidak mempunyai anak tetapi
mempunyai ayah dan ibu dan mempunyai saudara laki-laki atau seorang saudara
perempuan, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan itu masing-masing
mendapat seperenam (1/6) bagian dari harta peninggalan.
2. Jika
orang yang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan tidak mempunyai anak
tetapi mempunyai ayah dan ibu dan mempunyai tiga orang saudara atau lebih
(laki-laki atau perempuan, bahkan atau campuran laki-laki dan perempuan), maka
semua saudara itu mendapat sepertiga (1/3) bagian dari harta
peninggalan.
3. Jika
saudara laki-laki yang meninggal tidak mempunyai anak dan orang tua, tetapi
mempunyai seorang saudara perempuan, maka saudara perempuan itu mendapat setengah (1/2)
bagian dari harta peninggalan.
4. Jika
saudara perempuan yang meninggal tidak mempunyai anak dan orang tua, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki, maka ia mendapat setengah (1/2)
bagian dari harta peninggalan.
5. Jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan orang tua, tetapi mempunyai dua
orang saudara perempuan atau lebih, maka mendapat dua pertiga (2/3)
bagian dari harta peninggalan.
6. Jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan orang tua, tetapi mempunyai
saudara yang jumlahnya lebih daripada dua orang yang terdiri atas saudara
laki-laki dan saudara perempuan, maka mereka mewarisi seluruh kekayaan, dengan
perbandingan seorang saudara laki-laki mendapat bagian dua kali sebanyak bagian
seorang saudara perempuan.
Untuk lebih
mengetahui bagian-bagian yang mendapat harta waris lihat Ashabul Furudh,
Ashobah,dan Awl.
Manusia Sebagai Makhluk Belajar
Ada satu kata atau istilah, yaitu “belajar” yang tidak bisa lepas
dari kehidupan manusia. Karena aktivitas belajar itulah yang membedakan manusia
dengan makhluk lain seperti binatang misalnya. Karena aktivitas belajar pula
yang mengantarkan seorang manusia menjadi berilmu, yang selanjutnya memosisikan
manusia menjadi makhluk yang paling mulia diantara makhluk yang ada di muka bumi
ini. Karena belajarlah, manusia bisa bertahan hidup dan bisa memenuhi apa yang
menjadi kebutuhan hidupnya. Karena belajarlah, manusia bisa memecahkan masalah
kehidupan yang dihadapi. Karena belajarlah, manusia bisa mengembangkan
budayanya, dan karena belajar pula, manusia bisa menguasai alam dan bisa
mengubah wajah dunia ini.
Coba kita perhatikan bagaimana kehidupan binatang, apapun jenisnya.
Binatang hanya mengandalkan instink untuk dapat memenuhi hidupnya dan
mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupan binatang dari waktu ke waktu
hanya begitu-begitu saja. Tidak ada binatang yang mampu mengembangkan
kreativitas untuk memperbaiki derajat kehidupannya. Persoalan ada binatang yang
dianggap pandai, sehingga dapat mengikuti perintah manusia, itu juga hanya
sebatas instinknya saja, bukan hasil belajar.
Dalam kehidupan manusia, belajar adalah kata kunci yang menjadi ciri
sekaligus potensi bagi umat manusia. Belajar telah menjadi atribut manusia.
Potensi belajar merupakan kodrat sekaligus fitroh bawaan sebagai karunia dari
Sang Maha Pencipta, Allah, swt. Belajar adalah kebutuhan hakiki dalam hidup
manusia di muka bumi ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar adalah
“energi kehidupan” umat manusia yang dapat mengusung harkat kemanusiaannya
menjadi sosok beradab dan bermartabat.
Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami
manusia sejak manusia di dalam kandungan, buaian, tumbuh berkembang dari
anak-anak, remaja sehingga menjadi dewasa, sampai ke liang lahat, sesuai dengan
prinsip pembelajaran sepanjang hayat. Sebagaimana telah dituntunkan dalam
Islam, belajar seharusnya sejak dalam buaian sampai ke liang lahat, minal
mahdi ilal lahdi, from cradle to the grave.
Teori sains terakhir bahkan mengungkapkan bahwa calon manusia telah mulai
belajar saat juataan sperma berjuang mencapai ovum dalam uterus. Jutaan sperma
itu seolah saling berjuang, berebut dan berlomba mencapai ovum, banyak di
antaranya yang gugur di tengah jalan. Uniknya, satu atau dua sperma ( pada
kasus kembar tidak identik ) mencapai ovum dan terjadi konsepsi, sisa ribuan
sperma yang lain mati dan menjadi nutrisi bagi ovum yang telah di buahi.
Ternyata …yang bermula dari satu atau dua sperma itu adalah kita, dan kitalah
yang menjadi pemenangnya sebagai buah dari proses belajar, setelah melalui
perjuangan panjang dan melelahkan. Demikianlah, calon manusia ini telah belajar
berjuang, beradaptasi, bersaing, tetapi juga bekerja sama dan berkurban untuk
kepentingan sesama.
Secara teoritik, belajar dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk
memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap,
dan mengokohkan kepribadian. Dengan demikian buah dari proses belajar tersebut
dapat berupa bertambahnya pengetahuan, adanya peningkatan keterampilan, semakin
sempurnanya perilaku dan sikap serta semakin matang kepribadian. Dalam konteks
proses memperoleh pengetahuan, kontak manusia dengan alam diistilahkan
dengan pengalaman ( experience ). Pengalaman yang terjadi
berulang kali melahirkan pengetahuan ( knowledge ). Dalam
perspektif sains, ada anggapan bahwa pengetahuan sudah terserak dan tersebar di
alam semesta ini, tinggal bagaimana manusia bereksplorasi, menggali dan
menemukan kemudian memungutnya, untuk memperoleh pengetahuan. Begitu pentingnya
makna pengalaman yang berujung pada terjadinya pengendapan akan pengetahuan,
sehingga muncul pepatah : pengalaman adalah guru yang paling baik, experience
is the best teacher, dalam pepatah Minangkabau dinyatakan dengan sebutan ;
alam takambang menjadi guru atau alam berkembang menjadi guru.
Pada dasarnya semua manusia pernah mengalami atau memiliki pengalaman
belajar yang sangat menakjubkan. Ketika bayi, kita mulai belajar
menggerak-gerakkan organ tubuh, belajar mengidentifikasi, belajar berbicara,
belajar berjalan dan sebagainya, nyatanya kita bisa bergerak, bisa mengenal
lingkungan, bisa berbicara, dan bisa berjalan dengan sempurna. Artinya kita
telah mampu berjuang menghadapi berbagai tantangan dalam belajar, seperti
berkali-kali jatuh ketika belajar berjalan namun akhirnya berhasil dan sukses.
Demikian pula ketika belajar naik sepeda, berapa kali kita jatuh dan terluka,
namun kita tetap belajar terus tanpa menyerah dan akhirnya kita bisa naik
sepeda bahkan berbagai kendaraan lainnya. Itu semua adalah pengalaman sukses
belajar. Dalam berbagai sisi kehidupan lainnya masih banyak lagi pengalaman
sukses belajar yang telah dan terus akan kita alami dari hari ke hari.
Akan tetapi dalam perkembangannya, manusia termasuk kita semua sering
melupakan pengalaman sukses tersebut, atau barangkali justru tidak menyadari
bahwa apa yang kita alami itu sebagai buah dari sukses belajar, sehingga tidak
tumbuh keinginan untuk mengulangi dan menghadirkan sukses-sukses berikutnya
dalam kehidupan yang lebih luas. Dari uraian di atas, dapat kita tarik bahwa
sebenarnya aktivitas belajar merupakan suatu kebutuhan, bukan beban, bahkan
setiap diri manusia telah dibekali potensi untuk mampu belajar ( dalam arti
luas ).
Jikalau roh belajar tersebut sudah terpatri dalam setiap individu dan
menjadikan belajar sebagai kebutuhan ( need ), niscaya budaya
belajar ( learning culture ) dapat terbangun dan terwujud.
Jika budaya belajar sudah mengkondisi dalam suatu masyarakat sekolah
( school community ) niscaya prosesi ujian nasional, ulangan
akhir semester atau eveluasi apapun tidak akan memicu kegalauan bagi para
siswa, orang tua, maupun sekolah itu sendiri. Untuk itu upaya membangkitkan
semangat belajar ini senantiasa menjadi tema yang menarik untuk didiskusikan.
Salah satu resep yang paling mujarab dalam membangun spirit belajar ini
adalah dengan menumbuhkan dan membangun kesadaran dari dalam diri
masing-masing, karena motivasi dari dalam lebih memiliki makna yang kuat
dibanding dengan dorongan apalagi paksaan dari luar. Ingat falsafah telur ?
sebuah telur yang pecahnya dari dalam ( karena dierami induknya ) niscaya akan
membuahkan seekor makhluk baru, artinya ada buah yang berupa “kehidupan”, dan
setiap kehidupan mesti akan memberi harapan. Lain halnya jika telur tersebut
pecahnya dari luar, maka yang terjadi adalah kehancuran. Demikian pula dalam
hal belajar, jika dorongan belajar berasal dari dalam diri setiap individu,
tentu akan timbul pencerahan dan harapan. Akan tetapi kalau belajar harus
dipaksa dari luar, yang terjadi adalah keterpaksaan yang pada gilirannya akan
memicu kehancuran.
Untuk itu tulisan ini sengaja diangkat teriring harapan, semoga dapat
menjadi referensi dalam menumbuhkan spirit belajar dari dalam diri bagi
siapapun, baik siswa, guru, orang tua atau pembaca lainnya. Begitu indahnya makna
belajar dalam kehidupan manusia dan begitu pentingnya mendorong spirit belajar
sebagai identitas kemanusiaan, kiranya kita perlu merenungi pepatah China
berikut :
Jika anda
mempunyai rencana kehidupan satu tahun, tanamlah padi;
jika
anda mempunyai rencana kehidupan sepuluh tahun, tanamlah pohon;
dan jika
anda mempunyai rencana kehidupan sepanjang hayat, maka belajar, belajar , dan
belajar.
7 Tanda
Kebesaran Allah SWT
Beberapa
tanda tanda di alam semesta, mengingatkan manusia terhadap kebesaran allah SWT.
Baik tanda melalui cuaca, peristiwa ataupun benda benda. Dengan fenomena
fenomena ini tentu membuat masyarakat terkagum dan semakin meyakini atas tanda
tanda kebesaran allah SWT.
Fenomena fenomena alam ini memang tak sebaiknya diartikan berlebihan. Justru kehadiran fenomena ini menjadi peringatan bagi kita untuk semakin mempertebal keimanan dan ketakwaan kita kepada allah SWT. Berikut ini informasi tentang 7 kebesaran Allah SWT
Pohon Seperti Orang Rukuk
Fenomena fenomena alam ini memang tak sebaiknya diartikan berlebihan. Justru kehadiran fenomena ini menjadi peringatan bagi kita untuk semakin mempertebal keimanan dan ketakwaan kita kepada allah SWT. Berikut ini informasi tentang 7 kebesaran Allah SWT
Pohon Seperti Orang Rukuk
Dihutan Sydney Australia ada sebuah pohon dengan bentuk sangat unik. Pohon ini sangat berbeda dengan pohon pohon di sekelilingnya. Bentuk pohon ini sangat menyerupai gerakan rukuk dalam sholat. Dari samping terlihat bentuk kepala,tangan dan tubuhnya benar benar terlihat sebagai seorang yang sedang menunaikan ibadah.
Hebatnya, manusia pohon ini menghadap langsung kea rah kliblat. Posisi ini layaknya seperti orang muslim pada umumnya ketika menunaikan ibadah sholat.
Sumur Bertasbih
Warga Desa Lubukrukam Kecamatan Peninjauan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) digegerkan oleh adanya sumur bertasbih. Konon dari dasar sumur ini, terdengar suara orang bertasbih. Oleh karena itulah sumur ini populer dengan sebutan sumur bertasbih.
Sumur ini kemudian menjadi ramai di kerubungi warga sekitar yang ingin membuktikan kebenarannya. Bahkan warga harus rela antri agar bisa mendekat ke bibir sumur. Keajaiban di dasar ini adalah salah satu kebesaran allah swt yang mengingatkan warga akan keberadaanya yang maha kuasa.
Tentu saja keajaiban ini jangan sampai disalah artikan hingga dapat mengakibatkan kemusrikan umat manusia terhadap allah swt.
Ka’bah Bersinar di Luar Angkasa
Ka’bah merupakan bangunan suci umat islam berbentuk menyerupai bentuk kubus yang terletak di tengah masjidil haram di mekkah. Ka’bah menjadi patokan arah kiblat bagi kaum muslimin untuk melakukan hal hal ibadah terutama sholat. Sebuah tanda kebesaran allah Swt terjadi ketika wilayah masjidil haram terlihat bercahaya dari luar angkasa. hal ini diungkapkan oleh seorang astronaut india bernama sunita wiliam.
Bahkan foto ka’bah yang diambil dari satelit nasa atau badan antariksa amerika serikat menunjukkan hal yang sama. Wilayah masjidil haram terlihat bercahaya dibanding daerah daerah lain di mekkah. Selain itu masjid nabawi di madinah pun memiliki keajaiban yang sama.
Al-Qur’an Tertua di Asia Tak Bisa Terbakar
Ada sebuah kisah unik mengenai al-quran tertua di asia. Al-quran yang terletak di kabupaten alor, nusa tenggara timur ini menyimpan sebuah kisah yang mungkin menjadi salah satu bukti akan kebesaran allah swt. Saat itu terjadi kebakaran hebat di sebuah rumah yang menjadi tempat penyimpanan al-quran milik kesultanan ternate ini. namun anehnya, meski seluruh rumah beserta isinya hangus terbakar. Kitab suci ini tidak terbakar. Hingga saat ini kitab suci al-quran ini tetap terjaga rapi.
Sungai di Bawah Laut Tanda Kebenaran Al-Quran
Seorang ahli kelautan bernama Jacques Yves Costeau melakukan penelitian di dasar laut meneliti sebuah fenomena mengagumkan dibawah laut Cenota Angelita, Mexico. Disinilah allah menunjukkan kebesarannya. Costeeau dikejutkan dengan adanya air tawar diantara air laut yang asin. Penemuannya ini membuatnya takjub, rasa ingin tahunya membuat Jacques menyelam lebih dalam. Ia pun menemukan fenonema alam yang mengejutkan berupa sungai didasar laut.
Sungai tersebut ditumbuhi daun daunan pohon. Para peneliti menyebutnya sebagai lapisan Hidrogen Sulfida. Peristiwa ini telah dijelaskan didalam al-quran. Pada surat al-furqon ayat 53 dan juga surat ar-rahman ayat 19-21. Ayat ini menjelaskan secara jelas mengenai dua pertemuan antara air tawar dan air asin.
Astronot Mendengar Suara Adzan dari Luar Angkasa
Tanda kebesaran allah berikut dialami oleh seorang astronot muslim asal Malaysia bernama Sheikh Muszaphar Shukor. Ia mengorbit di angkasa pada 10 oktober 2007 silam bersama pesawat luar angkasa milik rusai soyuz.
Ia mengorbit bertepatan dengan bulan ramadhan. Syukron tetap menjalankan ibadahnya selama di luar angkasa. ajaibnya, selama di luar angkasa syukhron mengaku mendengar adzan berkumandang. Tentu saja hal ini memudahkan dirinya menjalankan sholat. Hal ini terdengar mustahil. Mengingat dalam ruang hampa dan jauh dari bumi, adzan terdengar hingga luar negeri. Namun itulah tanda kebesaran allah yang ditunjukkan terhadap hambanya.
Pepaya dengan Lafadzh Al-quran
Tanda kebesaran allah juga Nampak pada munculnya lafadzh allah di buah papaya banyuwangi. Buah milik fauzi ini berisi gumpalan daging buah papaya dan membentuk kaligrafi arab bertuliskan allah swt. Keberadaan lafadzh allah baru disadari fauzhi ketika ia akan memasak papaya ini untuk dijadikan sayur.
Setelah mengetahui keunikan pada buah pepayanya ini, akhirnya fauzhi dan sang istri mengurungkan niatnya untuk memasak sayur papaya. Meski demikian, keluarga fauzhi tetap menyadari kebesaran allah dan tidak ingin mengkeramatkan buahnya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar